Thursday, December 11, 2008

when we have to lose it

Kamis, 11 Desember 2008

4 bulan yang lalu tepatnya 24 Agustus 2008, kami sekeluarga mendapatkan hadiah yang istimewa dari Tuhan. 3 ekor anak kucing yang berbulu lebat dan berwarna kuning seperti ibunya. Mimi, mumu, dan untel namanya. Hari demi hari berlalu, mereka selalu mengisi keceriaan di rumah kami. Membuat kami tertawa, seringkali juga membawa kegemasan di tengah ketegangan akibat tugas - tugas yang harus kami kerjakan. Saat kami sekeluarga makan malam, mereka selalu duduk di atas alas kaki kami. Saat aku hendak melangkahkan kaki ke kamar, mereka selalu mecoba menyelinap masuk dan menunjukkan muka polos tanpa merasa bersalah.
Kehadiran mereka memberikan warna - warna cerah di hari kami sekeluarga. Minggu demi minggu berlalu, bulan demi bulan berlalu dengan penuh keceriaan hingga 3 hari yang lalu mumu mulai sering muntah - muntah dan diare. Kami pikir mumu hanya sakit biasa. Tidak kronis. Karena ayahnya, kumeng, pun pernah mengalaminya dulu.
Sepulangnya kami sekeluarga ke rumah, kami memanggil ketiga anak kucing dan yang kami lihat hanya untel. Aku dan kakakku mulai memanggil nama mumu dan mimi. Ternyata mimi sedang tidur dan mumu pingsan. Mumu lemas hampir tidak bisa bernapas. Kami segera memberi napas buatan dan segera membawanya ke dokter hewan berharap dia akan sembuh lagi. Tidak pernah semenit pun kami lengah untuk memberinya napas buatan dan memegang tangan kecilnya yang berbulu. Sudah 3/4 perjalanan menuju dokter hewan, mata mumu kehilangan bola matanya, tubuhnya kaku, mulut kecilnya berubah menjadi pucat dan napasnya terhenti. Sontak aku menangis kehilangan anak kucing yang sangat kami sayangi.
Akhirnya kami pulang ke rumah, tidak ada sedikitpun suara di dalam mobil kecuali tangisan yang tertahan pilu. Lalu kami segera menguburnya, sebelumnya ibunya, mpus, juga mimi dan untel mencium mumu yang tidak akan pernah terbangun lagi dari tidurnya. Ada satu harapan dalam hatiku yang menginginkan mumu untuk bangun lagi tapi ternyata semua hanya harapan yang tak akan terkabul. Tanah digali perlahan, tubuhnya yang kaku dimasukkan ke lubang kecil itu. Kami berdoa seraya menyelimuti tubuhnya dengan tanah.
Mumu yang biasanya terselimuti kain, kini harus diselimuti tanah. Aku tidak akan mengucapkan selamat tinggal tapi , "mumu, sampai berjumpa lagi di lain waktu. Semoga kucing kecil kesayanganku bahagia selalu."

No comments:

Post a Comment